UJI AMBANG RANGSANGAN
Oleh :
1.
Bagus Purnomo
2.
Nurul Muhibah
3.
Prayuga Deka
4.
Maya Zalena
5.
Feriska Dewi

2012
DEPARTEMEN
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
A.
Latar
Belakang
Metode analisis
sensori dikembangkan sesuai dengan tujuanan
analisis yang dilakukan. Pada saat ini telah tersedia berbagai metode
analisis sensori. Para peneliti dan praktisi harus mengetahui dengan jelas
kelebihan dan kekurangan metode-metode tersebut, sehingga analisis sensori
dapat dilakukan secara efektif, efisien dan tepat sasaran.
Pada prinsipnya
terdapat tiga jenis metode analisis sensori, yaitu uji pembedaan (discriminative
test), uji deskripsi (descriptive test), dan uji afeksi (affective
test). Masing-masing dari ketiga jenis uji tersebut diterapkan untuk
menguji produk pangan maupun non pangan pada kasus tertentu. Sebagai contoh,
uji pembedaan, uji ini bertujuan untuk menilai pengaruh perubahan proses
produksi atau penggantian bahan dalam pengolahan pangan, juga untuk mengetahui
perbedaan antara dua produk dari bahan baku yang sama.
Salah satu uji yang tergolong uji pembedaan adalah uji
rangsangan tunggal atau biasa disebut uji A bukan A. Uji rangasangan tunggal
dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan sensori antara dua produk,
terutama jika tidak dimungkinkan adanya tiga kali penyajian. Contoh uji ini
adalah ketika membandingkan produk yang memiliki flavor yang kuat, contoh yang
harus diloeskan ke kulit atau contoh yang secara penampakan berbeda jelas.
Selain uji
rangsangan tunggal, ada pula uji pembedaan lainnya yang biasa digunakan yakni
uji pasangan jamak (multiple pairs test). Uji ini merupakan uji yang
serupa dengan uji rangsangan tunggal, namun dengan tingkat kesulitan yang lebih
tinggi. Kedua uji ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Penerapannnya pun disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan diadakannya suatu uji
sensori. Untuk itu, kiranya perlu pengetahuan dan pemahaman mengenai kedua
metode pengujian ini agar dapat menetapkan jenis uji yang seharusnya dilakukan
dengan tepat.
B. Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami prosedur pelaksanaan uji rangsangan
tunggal (uji A bukan A) dan uji pasangan jamak (multiple pairs test)
meliputi cara penyajian, cara penilaian dan cara analisisnya.
II. METODOLOGI
A.
Alat
dan Bahan
Alat dan bahan
yang dipergunakan dalam praktikum kali ini meliputi sampel uji rangsangan
tunggal berupa susu cair, sampel uji pasangan jamak berupa mie goreng, sendok
plastik, air minum kemasan, alat tulis dan form penilaian.
B. Metode
Uji Rangsangan Tunggal

- Uji Pasangan Jamak

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Terlampir
B.
Pembahasan
Uji pembeda pada prinsipnya adalah penginderaan dua rangsangan sejenis.
Panelis melakukan proses penginderaan melalui dua tahap, yaitu mula-mula
merespon sifat inderawi yang diujikan, kemudian membandingkan kedua contoh
untuk menyatakan sama atau beda. Untuk uji pembeda, sebaiknya terlebih dahulu
panelis dikenalkan dengan sifat inderawi yang diujikan dari pasangan contoh
yang disajikan. Hal ini sangat penting untuk disadari oleh pengelola uji,
karena apabila panelis belum mengenal betul sifat inderawi yang diujikaan maka
memungkinkan diperoleh respon beda yang tidak sah. Data respon menjadi tidak
bernilai tanpa panelis sadar betul sifat inderawi apa yang dibedakan.
Indera pencicip berfungsi untuk menilai cicip (taste) dari suatu
makanan. Di permukaan rongga mulut terdapat lapisan yang selalu basah yang
terdapat sel-sel peka. Sel-sel peka ini mengumpul membentuk
susunan yang disebut puting pencicip. Masing-masing puting pencicip biasanya hanya peka
terhadap rasa tertentu, tetapi kadang-kadang juga responsif terhadap beberapa
rangsangan cicip. Puting pencicip manusia hanya dapat
membedakan empat cicip dasar yaitu manis, pahit, asam, dan asin. Diluar keempat
cicip dasar itu puting pencicip tidak terangsang atau responsif. Tetapi
beberapa peneliti menganggap rasa metalik dan rasa gurih juga hasil
penginderaan puting pencicip (Soewarno, 1985)
Uji pembeda terdiri atas dua jenis, yaitu sensitivity test yang mengukur kemampuan panelis untuk mendeteksi
suatu sifat sensori, dan uji different
test yang dimaksudkan untuk melihat
secara statistik adanya perbedaan diantara contoh uji (Sina, 2009). Pengujian
pembeda ini meliputi uji pasangan (paired
comparison), uji segitiga (triangle
test), uji pembanding ganda (duals
standart test), uji pembanding jamak (multiple
standart test), uji rangsangan tunggal (single
stimulus test), uji pasangan jamak (multiple
pairs test), dan uji tunggal (Susiwi, 2009). Uji ini juga dipergunakan untuk
menilai pengaruh beberapa macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam
pengolahan pangan suatu industri, atau untuk mengetahui adanya perbedaan atau
persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama. Jadi, agar efektif sifat
atau kriteria yang diujikan harus jelas dan dipahami panelis. Keandalan
(reliabilitas) dari uji pembedaan ini tergantung dari pengenalan sifat mutu
yang diinginkan, tingkat latihan panelis dan kepekaan masing-masing panelis
(Susiwi, 2009).
Pada praktikum ini uji pembeda yang dilakukan terdiri dari uji rangsangan
tunggal dan uji pembanding jamak. Adapun uji rangsangan tunggal dilakukan
dengan cara panelis menghadapi satu contoh baku dan satu atau lebih contoh yang
akan diuji. Kemudian panelis mengidentifikasi apakah contoh uji berbeda atau sama dengan contoh baku.
Sedangkan untuk uji pembanding jamak, panelis diminta untuk menilai satu contoh
uji yang paling berbeda diantara kelima contoh-contoh yang disajikan (Dewi,
2011). Menurut Wagiyono (2003), uji-uji ini digunakan untuk menilai pengaruh
macam-macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi
industri, atau untuk mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara dua
produk dari komoditi yang sama. Terutama dari segi konsumen.
1. Uji Rangsangan Tunggal
Uji rangsangan tunggal adalah salah satu metode uji pembeda dimana panelis disediakan satu standar baku dan dua atau lebih sampel
uji yang digunakan untuk penggolongan suatu contoh dengan contoh lainnya (Sina,
2009). Uji rangsangan tunggal merupakan metode uji pembeda dengan pembanding.
Uji pembeda dengan pembanding diperlukan untuk tujuan untuk mengukur atau
menilai pengaruh perlakuan (Dewi, 2011). Pada praktikum uji rangsangan tunggal,
panelis disediakan tiga contoh uji dan satu contoh pembanding. Ketiga contoh
uji yang disajikan berdasarkan rasa, warna, dan aroma dibandingkan dengan satu
contoh pembanding, kemudian panelis memberikan penilaian berdasarkan sifat
inderawi terhadap contoh uji apakah terdapat perbedaan atau tidak dengan contoh
pembanding.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji rangsangan tunggal terhadap
rasa berbagai produk susu. Panelis disediakan tiga contoh uji minuman susu
dengan kode 285, 513, dan 678 serta satu contoh pembanding. Panelis diminta
untuk membandingkan rasa pada setiap contoh uji dengan contoh pembanding,
kemudian mencicipi rasa dari contoh uji, lalu diberikaan penilaian dengan
memberi tanda ”1” bila berbeda rasa dan tanda ”0” bila sama rasa dengan contoh
pembanding pada kolom respon form uji.
Berdasarkan
pada tabel rekapan data uji rangsangan tunggal, dari 30 panelis diperoleh
sebanyak 17 panelis menyatakan bahwa contoh uji 285 sama dengan contoh
pembanding, 4 panelis menyatakan bahwa contoh 513 sama dengan contoh
pembanding, dan 27 panelis menyatakan bahwa contoh 678 sama dengan contoh
pembanding. Berdasarkan tabel mengenai jumlah terkecil untuk menyatakan
bedanyata pada uji ini untuk 30 panelis dibutuhkan untuk tingkat kepercayaan 5%
adalah 21 , tingkat kepercayaan 1% dibutuhkan 23 panelis dan unuk tingkat
kepercayaan 0.1% diperlukan 25 panelis.
Berdasarkan
data di atas, dapat disimpulkan bahwa contoh 285 dan 513 tidak termasuk
golongan contoh pembanding karena dari tabel jumlah terkecil untuk menyatakan
beda nyata terlihat bahwa jumlah terkecil untuk menyatakan suatu contoh
termasuk dalam golongan contoh pembanding hanya 17 panelis untuk contoh 285 dan
hanya 4 panelis untuk contoh 513. Sedangkan untuk contoh 678 dikatakan memiliki
persamaan rasa dan aroma atau t berbeda nyata dengan contoh pembanding pada
tingkat 0.1% karena memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil untuk
dikatakan berbeda nyata dengan contoh pembanding.
Untuk
menetapkan nilai ambang dari suatu rangsangan teredapat beberapa macam analisis
diantaranya analisis rata-rata, analisis frekuensi dan analisis distribusi
normal. Cara-cara analisis ini pada umumnya berdasarkan pada uji rangsangan
tunggal, dimana tiap uji menggunakan sejumlah panelis semi terlatih. Panelis
dipilih dari mereka yang dapat mengenali atau mengetahui sifat indrawi dari
contoh atau produk yang diuji. Dalam uji rangsangan tunggal pada
setiap uji, tiap panelis diminta menyatakan ada atau tidak ada sifat inderawi
yang diujikan. Data responnya berupa data binomial yang kemudian dapat
dianalisis secara statistika. Karena demikian sederhana, maka pada analisis
ambang dapat disajikan sejumlah contoh pada tiap pengujian. Namun untuk
mencapai kondisi atau lingkungan uji yang sesuai diperlukan penyiapan contoh dan
penyajian yang cermat.
2. Uji Pasangan Jamak
Praktikum
selanjutnya, praktikan melakukan uji pasangan jamak. Uji pasangan jamak atau diseebut juga Uji Multiple Pairs adalah uji yang serupa dengan uji rangsangan tunggal
dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, apabila pada uji rangsangan tunggal
digunakan satu buah contoh baku, maka pada uji pasangan jamak digunakan dua
kelompok contoh yang harus dipisahkan atau dinilai apakah termasuk contoh
kelompok A atau dinilai bukan kelompok A (Setyaningsih, 2010)..
Uji
pasangan jamak yang dilakukan kelompok P2 diikuti oleh 30 panelis. Bahan dalam
pengujian pasangan jamak ini adalah mie instan. Sebagai bahan yang akan
digunakan untuk perbandingan antara dua contoh, disediakan mie instan dengan
merek yang berbeda dan dengan penyajian bahan yang berbeda pula menjadi
kelompok A dan kelompok B. Untuk bahan uji mie yang digunakan, sudah diberikan
kode masing-masing penyajiannya, yaitu 237, 456, 861, dan 951. Pemberian kode
pada bahan yang akan diuji ini, agar panelis dapat membedakan dan
mengidentifikasi apakah mie instan yang telah disajikan tergolong sama dengan
mie instan kelompok A atau mie instan kelompok B. Pengujian pasangan jamak
dilakukan untuk mengetahui seberapa lama penyimpanan mutu masih dapat diterima
oleh masyarakat, sehingga panelis yang akan melakukan uji organoleptik dapat
membedakan kode sajian mana yang tergolong dalam kelompok A dan kelompok B.
Pada
pengujian pertama untuk kode 237, berdasarkan tabel pengamatan didapatkan hasil
bahwa 20 panelis menyatakan bahan pengujian masuk kedalam kelompok A, 9 panelis
menyatakan tergolong kelompok B, dan 1 panelis menyatakan tidak tergolong
keduannya. Dapat simpulkan bahwa bahan uji 237 tergolong kelompok A dengan
penyimpanan 3,33%. Uji pasangan
jamak kedua untuk kode 456, berdasarkan tabel
10 panelis
menyatakan bahwa
mie kode 456 masuk ke dalam kelompok A,
18 panelis menyatakan tergolong kelompok B, dan
2 orang menyatakan tidak tergolong keduanya.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan, bahan
uji mie kode 456 tergolong ke dalam
golongan A dan golongan B dengan perbandingan persentase 60%
: 33,33% dan sisanya tidak masuk kedalam dua kelompok tersebut.
Uji pasangan
jamak ketiga untuk kode 861, berdasarkan
table dapat dilihat sebanyak 16 panelis menyatakan contoh bahan uji tergolong dalam kelompok A, 13 panelis menyatakan
tergolong kedalam kelompok B, dan 1 panelis menyatakan tidak tergolong kedalam dua kelompok tersebut. Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahan uji mie dengan kode 861 termasuk golongan A
dan juga golongan B dengan perbandingan 53,33 % : 43,33% dan sisanya tidak memilih keduanya. Terakhir uji pasangan
jamak untuk kode 951, berdasarkan tabel
dapat dilihat sebanyak 9 panelis menyatakan bahwa mie dengan kode 951 tergolong kelompok A dan 21 panelis menyatakan
tergolong kekelompok B. Berdasarkan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kode 951 masuk kedalam golongan
kelompok B dengan persentase penyimpangan
30%.
Dari keselurahan hasil pengujian dapat disimpulkan, tidak ada bahan pengujian yang berhasil
digolongkan panelis dengan sempurna dan tepat dalam kelompoknya masing-masing,
tetapi berdasarkan data yang didapatkan rata-rata panelis menggolongkan bahan
mengujian pada kelompoknya masing-masing, yaitu untuk bahan pengujian mie
instan kode 237 dan 861 tergolong kedalam kelompok A, sedangkan bahan mie
pengujian kode 456 dan 951 termasuk kedalam golongan kelompok B. Berdasarkan
referensi yang diberikan asisten praktikum, menyatakan bahwa merek bahan mie
yang digunakan untuk kelompok A adalah Indomie, sedangkan merek yang digunakan
kelompok B adalah Mie Sedap, sehingga penilaian panelis dapat dikatakan benar.
Kedua merek mie instan tersebut keseluruhannya memiliki
kesamaan pada bahan komposisi yang digunakan, hanya memiliki perbedaan sedikit
saja pada bahan racikan komposisi keduanya, yaitu untuk mie instan merek
Indomie menggunakan bahan tepung terigu, minyak sayur, tepung tapioka, garam,
pemantap nabati, pengatur keasaman, mineral (zat besi), pewarna (Tartrazin CI
19140), dan antioksidan (TBHQ) untuk pembuatan
mie. Bumbu yang dipakai menggunakan bahan garam, gula, penguat rasa mononatrium
glutamat (MSG), bubuk bawang putih, bubuk bawang merah, perasa ayam, bubuk
lada, dan bubuk cabe. Minyak berbahan dasar minyak sayur dan
bawang merah, serta kecap manis berbahan dasar gula,
air, garam, kedelai, gandum, dan pengawet (natrium benzoat, metil
p-hidroksibenzoat). Sedangkan untuk mie instan merek
Mie Sedap menggunakan bahan dasar tepung terigu,
minyak sayur, garam, pengental, pengatur keasaman, pewarna (tartazine Cl
19140), zat mineral untuk pembuatan mie. Gula, garam,
penguat rasa (mononatrium glutamat), perasa bawang putih, perasa ayam, bubuk
lada, untuk bahan dasar pembuatan bumbu. Menggunakan minyak sayur dan
bawang merah untuk minyak instan yang digunakan. Dan kecap yang di pakai berbahan gula, air, garam, kedelai,
pengawet (natrium benzoat). Sehingga, dari
kecenderungan hampir seluruh bahan yang sama dan hanya sedikit berbeda pada
bahan komposisinya, banyak panelis yang sukar mengenali perbedaan rasa, aroma,
dan kerenyahan dua produk tersebut. Dalam pengujian
ini, rasa merupakan aspek yang dinilai oleh para panelis. Sebagai acuan,
berikut ini disajikan standar mutu untuk mie instan berdasarkan SNI
01-3551-2000 :
Tabel 2. Syarat mutu mie instan

IV. KESIMPULAN
Uji pembeda terdiri
atas dua jenis, yaitu sensitivity test yang
mengukur kemampuan panelis untuk mendeteksi suatu sifat sensori, dan uji different test yang dimaksudkan untuk melihat secara
statistik adanya perbedaan diantara contoh uji. Pengujian pembeda ini meliputi:
uji pasangan (paired comparison), uji
segitiga (triangle test), uji
pembanding ganda (duals standart test),
uji pembanding jamak (multiple standart
test), uji rangsangan tunggal (single
stimulus test), uji pasangan jamak (multiple
pairs test), dan uji tunggal.
Pada uji rangsangan tunggal dapat
disimpulkan bahwa contoh 285 dan 513 tidak termasuk golongan contoh pembanding
karena dari tabel jumlah terkeci untuk menyatakan beda nyata terlihat bahwa
jumlah terkecil untuk menyatakan suatu contoh termasuk dalam golongan contoh
pembanding hanya 17 panelis untuk contoh 285 dan hanya 4 panelis untuk contoh
513. Sedangkan untuk contoh 678 dikatakan memiliki persamaan rasa dan aroma
atau t berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 0.1% karena memenuhi
persyaratan minimum atau jumlah terkecil untuk dikatakan berbeda nyata dengan
contoh pembanding.
Pada uji pasangan jamak dapat
disimpulkan , tidak ada bahan pengujian yang berhasil digolongkan
panelis dengan sempurna dan tepat dalam kelompoknya masing-masing, tetapi
berdasarkan data yang didapatkan rata-rata panelis menggolongkan bahan
mengujian pada kelompoknya masing-masing, yaitu untuk bahan pengujian mie
instan kode 237 dan 861 tergolong kedalam kelompok A, sedangkan bahan mie
pengujian kode 456 dan 951 termasuk kedalam golongan kelompok B.
LAMPIRAN
Rekapan Data Uji Rangsangan Tunggal
Tanggal
Pengujian : 9 Oktober 2012
Jenis
Contoh : Susu
Panelis
|
285
|
513
|
678
|
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
P23
P24
P25
P26
P27
P28
P29
P30
|
-
√
√
-
-
√
√
√
-
√
√
-
√
-
-
-
-
√
-
√
√
√
-
√
√
√
-
-
√
√
|
-
-
-
-
√
√
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√
-
-
|
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
|
jumlah
|
17
|
4
|
27
|
Rekapan Data Uji Pasangan Jamak
Tanggal
Pengujian : 9 Oktober 2012
Jenis
Contoh : Mie
Panelis
|
Golongan A
|
Golongan B
|
1
|
861/456
|
237/951
|
2
|
237/861
|
456/951
|
3
|
237/861/951
|
456
|
4
|
237/861
|
951/456
|
5
|
456
|
198/951/237
|
6
|
456
|
198/951/237
|
7
|
-
|
951/456/861/237
|
8
|
237/861
|
456/951
|
9
|
951/237
|
456/861
|
10
|
237/456
|
8661/951
|
11
|
237/861
|
456/951
|
12
|
237
|
951
|
13
|
237/861
|
456/951
|
14
|
861/237
|
951/456
|
15
|
237/456
|
198/951
|
16
|
237/861
|
951/456
|
17
|
861/237
|
456/951
|
18
|
237
|
861/456/951
|
19
|
951
|
237/198/456
|
20
|
237
|
456/861/951
|
21
|
861/237
|
456/951
|
22
|
198/456
|
237/951
|
23
|
456/951
|
198/237
|
24
|
861/951
|
-
|
25
|
456/951/237/861
|
-
|
26
|
237/861
|
456/951
|
27
|
951/237
|
456/861
|
28
|
456/951
|
237/198
|
29
|
456/237
|
951/861
|
30
|
861/951
|
237/456
|
DAFTAR PUSTAKA
Dewi N. 2011. Uji pembedaan berpasangan. Purwokerto:
Fakultas Pertanian,Universitas Jenderal Sudirman. http://www.scribd.com
[14 Oktober 2012]
Setyaningsih D,
Anton A. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press
SNI 01-3551-2000
Soewarno ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri
Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara
Susiwi S. 2009. Penilaian organoleptik. Bandung: Fakultas
Matematika dan IlmuPengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia. http://www.scribd.com[14 Oktober 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar